STRES DENGAN MASALAH KEHIDUPAN ? HADAPI SAJA !

Ketika seseorang memiliki masalah, seringkali akan mengatakan, “Saya stres!”.

Stres dapat diartikan sebagai beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. Sebenarnya stres sendiri merupakan suatu kondisi ketidakpastian yang terjadi pada seorang individu yang dinamis, di mana orang tersebut dihadapkan pada peluang, tuntutan atau sumber daya yang terkait dengan hasrat yang ingin dicapainya.

Kita sering memandang stres sebagai suatu tekanan yang memberikan beban pada pikiran seorang individu, dikarenakan adanya unsur ketidakpastian. Stres sering dihubungkan dengan hal-hal yang berkonotasi negatif, namun kalau kita menilik definisi tersebut di atas, maka kita tahu bahwa ada hal positif pada stres, yaitu ada peluang pada orang yang menghadapi stres. Hanya saja kita harus dapat menggunakan stres sebagai bahan bakar (energi) untuk lepas landas menjemput kesuksesan.

Seseorang yang dihadapkan pada suatu masalah akan mengambil sikap “fight or flight”, take it or leave it, yakni maju dan menghadapinya atau mundur, lari dari masalah, menghindar/ menjauh dari masalah tersebut.

Mekanisme “fight or flight” ini sebenarnya merupakan suatu bentuk reaksi terhadap aksi, dalam rangka melindungi diri (proteksi) ketika seseorang menghadapi suatu masalah (harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan) yang menghampirinya.

Seseorang yang “bermental baja” seringkali menggunakan mekanisme “fight”, yakni berani dan mampu menghadapi masalah yang datang pada dirinya. Orang tersebut akan melakukan perlawanan, pantang menyerah. Seringkali sikap orang yang seperti ini kita sebut sebagai sikap positif.

Namun tidak jarang, seseorang akan mengambil sikap sebaliknya, yakni “flight” – melarikan diri, kabur, mundur atau menghindarkan diri untuk menghadapi permasalahan yang datang kepadanya. Orang yang seperti ini seringkali mengambil sikap yang seringkali kita sebut sikap negatif.

Sebenarnya masalah yang datang tersebut adalah peristiwa/ kejadian yang netral yang datang pada diri seseorang. Diri kita maupun masyarakat secara kolektif memberikan muatan emosi pada peristiwa tersebut, sehingga timbul emosi-emosi tertentu, seperti : marah, jengkel, sedih dan sebagainya ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan kita. Seolah menjadi kesepakatan umum, masyarakat luas mengetahui bahwa marah, sedih, jengkel, tidak percaya diri, rendah diri adalah bagian dari emosi negatif, sedangkan bahagia, senang, nyaman adalah bagian dari emosi positif.

Saya ambil contoh “emosi yang berupa rasa tidak percaya diri” sebenarnya merupakan mekanisme proteksi diri, suatu bentuk respons pikiran atas kejadian/ peristiwa netral dengan pemaknaan yang diyakini sebagai respons terbaik dari “ego personality” (bagian diri) yang muncul pada saat tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap “ancaman” yang datang dari luar. Pemaknaan seseorang terhadap suatu peristiwa/ kejadian banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan tingkat kedewasaan seseorang.

Di ruang praktik, saya banyak menemui dan berkomunikasi dengan bagian diri seorang yang kadang membuat mata saya terbelalak penuh keheranan. Seringkali masalah-masalah kecil dan sepele pada saat kanak-kanak atau remaja menjadi penghambat kemajuan bagi diri seseorang ketika dia dewasa.

Untuk lebih jelasnya, saya berikan satu contoh kasus yang pernah saya tangani beberapa waktu yang lalu. Seseorang laki-laki berumur 31 tahun, jabatan setingkat manajer di sebuah “instansi pemerintah” menjalani terapi sehubungan dengan keluhan minder/ kurang percaya diri bila berhadapan dengan figur otoritas atau orang yang mempunyai kapabilitas lebih tinggi dari dirinya (merasa kecil) karena berpikir akan direndahkan, takut bila orang melabeli dirinya sebagai orang yang bodoh dan tidak kapabel, cemas bila berbicara di depan orang banyak (bahkan pernah suatu ketika Klien dikirim ke luar pulau untuk melakukan sosialisasi sebuah program di instansinya di mana ketika Klien berada di pesawat terbang dia berharap lebih baik pesawatnya jatuh sehingga Klien tidak perlu melakukan presentasi, merasa tidak pantas ketika instansi akan mengirimnya ke luar negeri untuk melakukan training, khawatir pada saat training dia tidak mengerti dan dianggap bodoh, mudah tersinggung dengan perkataan orang lain, merasa tidak berharga ketika rasa rendah dirinya muncul dan sebagainya. Sebut saja namanya Sidhi. Klien tersebut menghubungi saya saat menjelang berangkat ke luar negeri untuk melakukan training karena khawatir adanya emosi negatif yang dapat mengganggunya selama menjalani training. Sidhi mengenal saya dari laman website saya.

Dalam proses terapi ketika saya berhasil membawa Sidhi ke kondisi profound somnambulism, saya berhasil berbicara dengan ego personality (EP) Sidhi kecil, yang mulai muncul pada usia 13 tahun ketika Sidhi kecil sedang duduk di bangku SMP.

Rupanya pada saat itu Sidhi kecil sedang diejek oleh teman-temannya dengan sebutan “hitam dan gendut” (kondisi tersebut dibenarkan oleh Sidhi), sehingga Sidhi kecil mengambil sikap “flight” dari mekanisme “fight or flight”, menghindarkan diri untuk berkumpul dengan teman-temannya karena pasti akan diejek. Kejadian ini diperkuat ketika Sidhi kuliah pada saat presentasi pernah diejek temannya.

Kejadian ini merupakan kejadian yang sebenarnya bersifat netral. Menurut pengakuan Sidhi dewasa, waktu SMP memang kulitnya hitam dan badannya gemuk dan memang demikianlah kenyataannya. Sidhi kecil memaknainya sebagai sebuah kejadian yang negatif. Pemaknaan ini terpatri kuat dalam pikiran bawah sadar Sidhi dan terbawa sampai dewasa, di mana pikiran bawah sadarnya melindungi dirinya dengan cara menghindari bertemu atau berkumpul dengan teman-teman sekantor (Sidhi besar pun mengaku tidak mempunyai teman dekat), sering menunda pekerjaan sampai dengan batas akhir, dengan pemikiran bahwa semakin cepat dikumpulkan akan dikoreksi oleh atasan dan dicoret-coret, takut untuk presentasi di depan orang banyak, cemas bila orang menganggapnya tidak mampu dan bodoh dan lain-lain.

Ketika saya berkomunikasi dengan Sidhi kecil, bagian diri (EP) yang berumur 13 tahun dan saya ajak Sidhi kecil untuk melihat kondisi Sidhi dewasa dengan segala permasalahannya. Tiba-tiba bagian diri tersebut menangis terisak keras, dan mengatakan bahwa dia bermaksud melindungi, tidak bermaksud akan menjadi hal-hal yang menghambat kemajuan dan karir Sidhi dewasa, namun kenapa kok jadinya begini??? Sidhi kecil merasa sedih dan minta maaf kalau yang dilakukannya berakibat Sidhi besar mengalami banyak hambatan dalam karirnya dan bersedia membantu Sidhi dewasa untuk lebih percaya diri, dan menguatkannya ketika Sidhi besar menghadapi masalah, ragu-ragu bertindak dan takut gagal.

Ketika terapi selesai dilakukan, Sidhi dewasa dengan terheran-heran mengatakan kepada saya, “Saya tadi mendengar dan merasakan ada bagian dari diri saya yang berbicara, saya mendengarnya sangat jelas. Kok bisa ya hal kecil semacam itu bisa mengakibatkan ini semua?”

Dari kasus tersebut jelas bahwa ada peristiwa yang sebenarnya netral, sesuai dengan kenyataan bahwa Sidhi kecil berkulit hitam dan berbadan gemuk. Namun karena adanya ejekan teman-temannya, maka ada bagian diri yang muncul untuk mencegah supaya Sidhi kecil tidak diganggu, dengan cara mengambil sikap “flight” dari masalah yang dihadapi. Ironisnya pikiran bawah sadar mengalami mental block sehingga mengganggu Sidhi dewasa untuk maju.

Saran saya bila Anda menghadapi suatu masalah, janganlah stress, janganlah menganggap masalah sebagai beban, tidak perlu dihindari, namun anggaplah masalah tersebut sebagai tantangan, yang harus Anda hadapi. Masalah tersebut bisa jadi adalah hadiah bagi kesuksesan ketika Anda memenangkannya. Lihatlah keberhasilan dibalik setiap masalah.

Masalah adalah anak tangga menuju keadaan yang lebih sukses. Maka, hadapilah (“fight”) dan ubahlah menjadi kekuatan untuk sukses.

“Hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh induk elang pada anak-anaknya bukanlah serpihan-serpihan makanan pagi. Bukan pula, eraman hangat di malam-malam yang dingin. Namun, ketika mereka melempar anak-anak itu dari tebing yang tinggi. Detik pertama anak-anak elang itu menganggap induk mereka sungguh keterlaluan, menjerit ketakutan, matilah aku! Sesaat kemudian, bukan kematian yang diterimanya, namun kesejatian diri sebagai elang, yaitu terbang.”

Hadapilah setiap masalah yang datang dalam kehidupannya, karena di balik masalah selalu ada berkah/ hikmah. Tidak perlu stres. Manage the stress! Karena Tuhan tidak akan memberikan Anda cobaan, lebih besar daripada yang dapat Anda hadapi.

 

Please follow and like us:
Liman Harijono

About Liman Harijono

Medical Doctor, Certified Hypnotherapist & Certified Trainer Member of Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology, Master in Hospital Administration, Master in Law.